Aksara Jawa Di Indonesia, Berawal Dari Gabungan 2 Aksara Abugida Dan Aksara Kawi

Bahasa Jawa adalah satu dari sekian bahasa daerah di Indonesia.

Bahasa Jawa termasuk golongan bahasa Austronesia, yaitu bahasa-bahasa yang digunakan oleh berbagai bangsa di kepulauan selatan-timur benua Asia.

Menurut laman BPAD Provinsi DI Yogyakarta, bahasa Jawa ditulis menggunakan aksara Jawa (keturunan aksara Brahmi dari India), aksara Jawa-Arab (pegon) dan aksara Latin.

Aksara jawa atau yang juga dikenal dengan huruf hanacaraka adalah aksara tradisional di Indonesia yang berkembang di daerah Jawa.

Menurut laman Kota Surakarta, huruf-huruf jawa ini merupakan turunan dari aksara Brahmi yang pernah dan sering digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa pada masa lalu.

Dulu, aksara banyak digunakan pada zaman-zaman kerajaan.

Aksara Jawa dulunya diciptakan oleh Aji Saka dari kerajaan Medang Kamulan, yang telah berbuat ceroboh dengan memberikan dua perintah berbeda pada dua abdi setianya yang bernama Dora dan Sembada.

Kerancuan perintah Ajisaka menyebabkan dua abdi saktinya itu bertarung habis-habisan hingga meninggal.

Karena kesalahan Ajisaka, dua abdi paling setia yang dimilikinya meninggal.

Ajisaka lalu mengabadikan kisah Dora dan Sembada dalam ukiran aksara kuno yang sekarang dikenal dengan Hanacaraka atau Aksara Jawa.

Aksara Jawa

Aksara Jawa atau yang biasa disebut aksara Legena memiliki banyak hal menarik, mulai dari bentuk huruf, sejarah, legenda, makna yang dimiliki, dan perkembangannya.

Baca juga :  Bacaan Pembukaan UUD 1945, Beserta Bunyi Pasal 1 Sampai 37 Di Dalamnya

Menurut Museum Nusantara, dalam Aksara Jawa atau huruf Hanacaraka, terdapat berbagai macam penulisan dan unsur yang digunakan.

Selain itu di dalamnya memiliki makna mendalam, seperti yang tertulis di bawah ini:

Ha Na Ca Ra Ka artinya ono wong loro (ada dua orang)

Da Ta Sa Wa La artinya Podho kerengen (mereka berdua berkelahi)

Pa Dha Ja Ya Nya artinya podho joyone (sama-sama kuatnya)

Ma ga Bha Tha Nga artinya mergo dadi bathang lorone (maka dari itu jadilah bangkai semuanya/ mati dua-duanya karena sama kuatnya)

Perkembangan Aksara Jawa

Huruf Hanacaraka digunakan sejak abad ke 17 Masehi, tepatnya sejak masa berdirinya kerajaan Mataram Islam.

Kemudian pada abad ke 19, huruf ini dibuatkan bentuk cetakan.

Aksara Jawa sebenarnya merupakan gabungan dari dua aksara Abugida dan Aksara Kawi yang digunakan sekitar abad 8-16 Masehi.

Dari bentuk strukturnya, setiap Huruf Aksara Jawa dapat mewakili dua huruf.

Misalnya huruf Ha, bisa mewakili huruf H ataupun huruf A.

Sementara huruf Na, mewakili huruf N dan A.

Hal ini menjadi bukti aksara Legena berasal dari dua huruf yang digabungkan.

Penggabungan ini tak lepas dari perkembangan aksara jawa yang dibagi menjadi 4 periode, yaitu:

Periode Hindu Buddha

Pada masa perkembangan periode Hindu Buddha, aksara ini digunakan sebagai penerjemah bahasa Sansekerta.

Baca juga :  Kunci Jawaban Matematika Kurikulum Merdeka Kelas 2 Halaman 100, Persoalan 1 Bab 17

Tulisan-tulisan tersebut kemudian menjadi tulisan Jawa pada masa ini.

Periode Islam

Perkembangan periode Islam berlangsung sejak zaman Kesultanan Demak sampai masa Pajang akhir.

Peninggalan teks terkenal pada masa ini adalah Serat Suluk Wujil dan Serat Ajisaka.

Pada periode ini juga mulai dikenalkan urutan pangram Hanacaraka agar memudahkan pengikatan 20 konsonan bahasa Jawa.

Selain itu, masa periode ini ditemukan aksara Rekan yang menjadi kata serapan Bahasa Arab, seiring berjalannya syiar Agama Islam.

Periode Kolonial

Masa kolonial adalah masa ketika pemerintahan Hindia Belanda.

Perkembangan Aksara Jawa pada masa ini diwakili oleh tata tulis keluaran ejaan Sriwedari.

Periode Modern

Perkembangan periode modern dimulai dari masa setelah kemerdekaan Indonesia, sampai saat ini.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Artikel lain terkait Aksara Jawa